JABARINSIDE.COM | Sukabumi – Kuasa Hukum Saleh Hidayat menegaskan bahwa pelaksanaan Reforma Agraria atau Land Reform merupakan upaya penataan kembali tanah, khususnya tanah negara bekas Hak Guna Usaha (HGU), untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Menurutnya, tanah eks HGU sebesar 20–30 persen seharusnya menjadi objek TORA (Tanah Objek Reforma Agraria) yang kemudian didistribusikan kepada masyarakat. Dengan demikian, status tanah tersebut beralih dari tanah negara menjadi tanah hak milik adat rakyat.
“HGU hanya bisa terbit di atas tanah negara, tidak bisa di atas tanah milik adat kecuali sudah dibebaskan dengan kompensasi atau ganti rugi yang sah secara hukum,” jelasnya, Rabu (17/9).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Ia menambahkan, sebagian besar tanah negara atau eks HGU, baik yang dikelola perusahaan swasta maupun BUMN, telah dilaksanakan Reforma Agraria. Termasuk di Kecamatan Warungkiara, Kabupaten Sukabumi, yakni eks HGU PT Sugih Mukti yang tercatat sebagai satu-satunya HGU di wilayah tersebut.
Lebih lanjut, ia menyoroti legalitas HGU yang tercantum pada papan plang di lokasi. “Nomor SK HGU yang tertera selain sudah habis masa berlakunya sejak 2013, juga tidak pernah diperpanjang. Bahkan diduga objek tanahnya bukan di Warungkiara, melainkan di wilayah Sukabumi Utara, yaitu Kebun Goalpara yang meliputi Sukaraja, Sukalarang, Sukabumi, Kadudampit, Cisaat, hingga Caringin,” ungkapnya.
Mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) No. 62 Tahun 2023 tentang Percepatan Pelaksanaan Reforma Agraria, perpanjangan HGU yang sudah habis masa berlaku hanya bisa dilakukan jika pemegang HGU melepaskan sebagian tanahnya sebesar 20–30 persen sebagai objek TORA.
“Jika selama dua tahun sejak HGU berakhir atau sejak Perpres No. 62 berlaku tidak ada pengajuan perpanjangan, maka HGU tersebut tidak bisa diperpanjang lagi,” tegasnya.