JABARINSIDE.COM | Aroma pembatasan kebebasan pers tercium dari Hotel Augusta Cikukulu saat menggelar acara Bimbingan Teknis Penguatan Kerjasama Sekolah Siaga Kependudukan (JUMBARA), Jumat (25/7/2024).
Iqbal (Bakar), jurnalis MGSTV dan Megaswara.com, mengaku dilarang meliput oleh petugas keamanan hotel. Alasannya? Hanya media tertentu yang boleh masuk, sesuai undangan.
> “Saya tanya media mana saja yang diundang, tapi mereka tidak mau menjelaskan. Alasannya harus ada undangan dari penyelenggara. Katanya juga, aturan itu sesuai Dewan Pers. Saya akhirnya memilih pulang,” ungkap Iqbal, kesal.
Yang membuat heran, menurut Iqbal, aturan Dewan Pers dijadikan tameng untuk melarang peliputan. Padahal, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers justru menegaskan wartawan mendapat perlindungan hukum dalam menjalankan tugas jurnalistik (Pasal 8).
> “Sungguh aneh, Undang-Undang Pers yang mestinya melindungi wartawan justru dipelintir jadi alasan untuk menghalangi liputan. Kalau seperti ini, bagaimana fungsi kontrol sosial pers bisa berjalan?” tegasnya.
Acara tersebut dihadiri Bupati Sukabumi Asep Japar dan sejumlah pejabat Pemkab. Wajar jika publik mempertanyakan: acara publik yang dihadiri pejabat, kok liputannya eksklusif?
Pimpinan redaksi jabarinsed.com David Surbakti S.pd, ikut berkomentar.
> “Kalau memang acaranya resmi dan dihadiri pejabat publik, seharusnya terbuka untuk semua media. Membatasi akses liputan seperti ini justru menimbulkan kesan buruk, baik bagi penyelenggara maupun pihak hotel,” ujarnya.
Pihak manajemen Hotel Augusta hingga berita ini diturunkan belum memberikan klarifikasi resmi terkait alasan pembatasan wartawan tersebut.
Kejadian ini menjadi catatan kelam bagi keterbukaan informasi publik. Dalam iklim demokrasi, pers adalah mitra kontrol sosial — bukan tamu yang harus dipilih-pilih sesuai selera.